Untuk Diri Terus Istiqomah

Kamis, 03 Maret 2011

Perlu Kita Tahu

Berikut ini perbuatan di depan umum yang dapat mengurangi Muruah (Kondisi kejiwaan sesorang yang mendorong untuk melakukan berbagai akhlak kebijkan dan menjalankan berbagai tradisi masyarakat yang baik) seorang muslim :

1. Makan dan minum sambil berdiri, berjalan, dan dengan tangan kiri. Umar RA. Rasulullah SAW bersabda, " apabila kamu makan dan minum, makan dan minumlah dengan tangan kanan karena hanya setan yang makan minum dengan tangan kiri"

2. Bersendawa Keras. dari Abu Juhaifah RA katanya, " aku memakan kepingan roti dan daging, kemudian aku mendatangi Nabi SAW lalu aku besendawa Beliu besabda, "Pendekan sendawamu," Sesungguhnya orang yang paling lapar di akhirat kelak adalah orang yang paling kenyang di dunia."

3. Banyak bercanda atau tertawa terbahak-bahak, jika lempar humor berkesan porno. Abu Hurairah RA mengisahkan bahwa pernah suatu waktu sahabat bertanya kepada Rasullah SAW. "Wahai Raulullah. Apakah engkau juga bercanda bersama kami?" Jawab Rusulullah " Benar, hanya saja aku tidak pernah berucap kecuali kebenaran," Aisyah, istri Raulullah mengisahkan "Aku tidak pernah melihat Rasulullah tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lidahnya tetapi dia hanya tersenyum".

4. Merokok dengan bangga. Rokok diharamkan karena ia termasuk Khaba'its (sesutu yang buruk)dan mengandung banyak sekali mudharat. "Mereka menanyakan kepadamu , apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, dihalalkan bagimu yang baik-baik.... "(QS. al-maidah (5):4)Jadi merokok dengan segalah jenisnya bukan termasuk at-thayyibat (segala yang baik). tetapi ia adalah al-khaba'its.

5. Bersalaman dengan yang bukan mahram. "Andaikan ditusukan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya," (HR at-Thabrani).

Minggu, 09 Januari 2011

Wanita Bangsawan dan Kemuliaan

Kholifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz memiliki seorang istri dari kalangan bangsawan yang bernama Fathimah bintu ‘Abdul Malik. Fathimah adalah seorang putri Kholifah terdahulu yang Bapaknya bernama ‘Abdul Malik. Fathimah memiliki perhiasan yang paling mahal. Perhiasan itu tidak pernah dimiliki oleh wanita lain di muka bumi. Di antara perhiasan-perhiasan itu, ada dua anting-anting mariyah yang terkenal dalam sejarah. Para penyair pun menyebut perhiasan itu dalam syairnya. Seandainya anting-anting itu dijual, maka akan cukup untuk mengenyangkan satu suku yang besar.

Ketika tinggal bersama bapaknya, Fathimah hidup dalam kemewahan dunia. Namun ketika menjadi istri Kholifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, beliau hidup dengan sederhana. Kholifah memberikan nafkah hanya beberapa dirham dalam sehari. Fathimah rela dengan hal itu dan gembira hidup qonaah, hidup apa adanya dan senang dengan kesederhanaan.

Kholifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz selalu menasehati istrinya untuk banyak bershodaqoh. Fathimah bintu ‘Abdul Malik adalah istri yang taat, dia mematuhi nasehat suaminya. Semua perhiasan dan mutiara yang dibawanya diserahkan ke baitul mal kaum muslimin. Demikianlah kemulian sejati yang dimilikinya, dia tetap hidup sederhana walaupun mampu hidup mewah. Hidup sederhana tidaklah mengurangi kemuliaan dirinya. Wallahu a’lam Bishshowab.

(Sumber Rujukan: Muqoddimah Kitab Adabu Az-Zifaf, Oleh Asy-Syaikh Al-Albani)

Kamis, 06 Januari 2011

Harga Diri

Pernah seorang bijak berkata pada saya demikian,

“Tuhan itu tahu persis betapa berharganya diri kita,
setan pun tahu betapa mulianya kita,
satu-satunya yang bodoh itu ya kita sendiri.
Manusia sering tidak tahu betapa berharganya dirinya”.

Rabu, 05 Januari 2011

Sholat Tahajud

Di antara ibadah sunah yang tidak ditinggalkan Rasullah SAW adalahy sholat malam (tahajud). rasullah mengerjkanya hingga kedua telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Tahjud ibadah yang di syariatkian sebagai rahmat, tambahan kebaikan,dan keutamaan (Qs. Al Muzzammil 73:1-4).

Sholat tahajud menjadi jalan hidup dan amalan rutin bagi orang-orang shaleh(HR Tirmidzi): orang-orang besar (Taqwa)(Qs. Adz-dzariyat 15:17-18); ibadurrahman (Qs Al furqon 25:64); dan menjadi ciri-ciri orang yang memiliki kesempurnaan iman (Qs. As Sajdah 32:16-17).

Minggu, 02 Januari 2011

Anuerah Kepada Ahli Negara

Di kota Baghdad ada seorang Sayyid (keturunan Rasulullah s.a.w.) yang sangat miskin dan mempunyai seorang anak gadis. Ia tidak mempunyai wang untuk mengahwinkan anak gadisnya itu. Oleh itu ia pun membuat satu pengumuman kepada orang ramai bahawa dia hendak beradu tenaga dengan ahli Gusti Negara (Junaid Al-Baghdadi). Dengan perintah raja, perlawanan pun dimulakan. Orang ramai terlalu bimbang sebab Saayyid tidak setanding dengan Junaid.

Sebelum perlawanan Sayyid berkata kepada Junaid: "Wahai Junaid ! Aku tahu engkau adalah seorang ahli gusti yang perkasa. Aku tidak berupaya melawan engkau, tetapi keadaan memaksa aku mengambil keputusan ini. Wahai Junaid, dengarlah kata-kataku ini, aku adalah seorang Sayyid, aku terlalu miskin dan tidak mampu mengadakan majlis perkahwinan untuk anak perempuanku. Jika engkau sanggup memberi kemenangan kepadaku dan menerima kekalahan, dapatlah aku menggunakan hadiah-hadiah kemenangan itu untuk perkahwinannya. Sebagai balasannya aku akan memohon kepada datukku (Muhammad s.a.w.) agar memohon pengampunanmu di akhirat kelak."

Kata-kata Sayyid sangat berkesan di jiwanya, ia pun bersetuju. Dalam perlawanan itu orang ramai menjadi terkejut apabila melihat Junaid tewas ditangan seorang yang lemah. Sayyid diberi hadiah dan annugerah oleh Khalifah. Pada malam itu Junaid telah bermimpi bertemu dengan Rasulullha; Baginda berkata kepadanya: "Wahai Junaid! Engkau telah menghormati anak cucuku dan memuliaka darjat seseorang disebabkan ia mempunyai pertalian keturunan denganku dan tidak memperdulikan kedudukan serta kemuliaan dirimu dimata orang ramai. Kerana budimu yang mulia itu, engkau dilantik sebagai Sayyid Al-Tho'efa (pemimpin gusti ahli sufi)."

Kamis, 30 Desember 2010

Selamat Tinggal 2010, Selamat Datang 2011

Tinggal hitungan jam kita akan meninggalkan 2010
Semoga tahun 2011 banyak memberikan hal positif yang dapat bermanfaat bagi hidup

Rabu, 22 Desember 2010

Tetap Bisa Cari Solusi

Tetap Bisa Cari Solusi
Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri Baghdad. Abu Nawas tidak berdaya. Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negeri Baghdad hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga Abu Nawas.

"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. la mengenakan jubah putih. la berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. la harus diusir dari negeri ini sebab orang itu membawa kesialan. ia boleh kembali ke negerinya dengan sarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain."

Dengan bekal yang diperkirakan cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata.

Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya dengan kesedihan yang terlalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa bertambah yakin bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menotong keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik daripada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?

Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin menderu-deru seperti dinginnya jamharir. Sulit untuk dibendung. Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati. Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak! Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bi­sa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain.

Pada hari kesembilanbelas Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas berangkat menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini melecut-lecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman.

Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung.

Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke teli­nga Baginda Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembi mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.

Namun Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas ternyata bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan teiah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.
Diposkan oleh Kisah7 di 19.42

Label: Abu Nawas

Sumber:http://alkisahteladan.blogspot.com/2009/09/tetap-bisa-cari-solusi.html

Kisah Abu Nawas " Menipu Tuhan"

Menipu Tuhan

Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya,

"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang pertama.

"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin be­gitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang menger­jakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang kedua.

"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang menger­jakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang ketiga.

"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.

"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"

"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."

"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.

"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang me­ngerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa per­tanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.

"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"

"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.

"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas

"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta mu­rid Abu Nawas

"Doa itu adalah : llahi lastu HI firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.

Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.

Doa Rasululloh

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang banyak berdoa, memohon dan menunjukkan ketergantungan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Beliau sangat menyukai kalimat-kalimat yang ringkas namun sarat makna dan juga menyukai ucapan-ucapan doa.

Doa adalah ibadah yang sangat agung, yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Hakikat doa adalah menunjukkan ketergantungan kita kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan berlepas diri dari daya dan upaya makhluk. Doa merupakan tanda Ubudiyah (penghambaan diri secara totalitas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala). Doa juga merupakan lambang kelemahan manusia. Di dalam ibadah doa terkandung pujian terhadap Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Disamping itu terkandung juga sifat penyantun dan pemurah bagi Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Doa itu adalah ibadah” (HR: Tirmidzi)

Di antara doa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, yang artinya: “Ya Alloh, tolonglah daku dalam menjalankan agama yang merupakan pelindung segala urusanku. Elokkanlah urusan duniaku yang merupakan tempat aku mencari kehidupan. Elokkanlah urusan akhiratku yang merupakan tempat aku kembali. Jadikanlah kehidupanku ini sebagai tambahan segala kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku sebagai ketenangan bagiku dari segala kejahatan.” (HR: Muslim)

Di antara doa beliau adalah, yang artinya: “Ya Alloh, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Ya Rabb Pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan bala tentaranya, atau aku melakukan kejahatan terhadap diriku atau yang aku tujukan kepada seorang muslim lain.” (HR: Abu Daud)

Demikian pula doa berikut ini: “Ya Alloh, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal (supaya aku terhindar) dari yang haram, perkayalah aku dengan karunia-Mu (supaya aku tidak meminta) kepada selain-Mu.” (HR: At-Tirmidzi)

Di antara permohonan beliau kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Ya Alloh, ampunilah dosaku, curahkanlah rahmat-Mu kepadaku dan temukanlah aku dengan teman yang tinggi derajatnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa memohon kepada Rabb Subhanahu wa Ta’ala baik pada waktu lapang maupun pada saat sempit. Pada peperangan Badar, beliau berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala hingga jatuh selendang beliau dari kedua pundaknya, memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar menurunkan pertolongan bagi kaum muslimin dan menjatuhkan kekalahan atas kaum musyrikin. Beliau sering berdoa untuk dirinya sendiri, untuk keluarga dan ahli bait beliau, untuk sahabat-sahabat beliau bahkan untuk segenap kaum muslimin.

(Sumber Rujukan: Sehari Di Kediaman Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam, Asy-Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim)

Sumber: http://akhlaqmuslim.wordpress.com/2007/03/09/doa-doa-rasululloh/

Rumah

A'UUDZU BIKALIMAATILLAHIT TAAMMAH, MIN' SYARRIMAA KHOLAQ